Sunday, July 28, 2013

Ceritanya galau sambil curhat (part I)

Sabtu lalu, tepatnya pada tanggal 20 Juli 2013, keluarga besar saya mengadakan buka puasa bersama di rumah saudara saya yang bernama Nurul. Rumah Nurul ini letaknya tidak terlalu jauh dari rumah saya, yaitu hanya sekitar 4 rumah di sebelah kanan rumah saya *deket banget kan* hihihi.

Setibanya saya di rumah Nurul, saya pun bersalaman dengan sanak saudara yang sudah tiba lebih dahulu. Berbagai tegur sapa dilontarkan ketika kami semua bersalaman, hingga akhirnya terdengar sedikit celetukkan dari Andri (kekasih Nurul) yang cukup menohok saya yang berbunyi "ndri, cowok lo mana?" *Jegeeeer* Saya yang tidak memperkirakan akan terlontar celetukkan seperti itu pun cuma bisa bilang "ga ada ndri" *sambil buru2 melipir ke dalam rumah*.

Yaaa, saat ini saya memang sedang tidak menjalin hubungan spesial dengan pria manapun atau istilah gaulnya jomblo *kasian deh looo* hahaha. Status jomblo ini sudah saya sandang cukup lama, sekitar 1,5 tahun lebih dari waktu saya putus terakhir dengan mantan saya sebelumnya yang bernama Adhit *udah kaya gelar Puteri Indonesia ya disandang segala* hehe.

Wanita usia 24 tahun tidak mempunyai pacar, yaaak bukan hal yang mudah memang, tetapi saya berusaha menjalaninya dengan santai sambil berusaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri saya. Berbagai komentar dan nasihat banyak menghampiri telinga saya, seperti:

"Biasanya ya, wanita seusiamu sudah mempersiapkan pernikahan atau setidaknya lamaran"

"Makanya, cari pacar jangan cuma diem aja"

"Udaaah, sama Mr. X aja, ketauan udah mapan, dewasa, mateng, mau apalagi coba?"

Bahkan, pada sabtu malam lalu ada teman saya yang bernama Nadya mengirimkan sebuah gambar yang cukup menggelitik, begini gambarnya:

by @nadyaisn

Ngeselin kan ya tulisan di gambarnya, hahaha. Respon saya menanggapi komentar2 itu hanya tersenyum sambil berusaha bijak "mungkin emang belum waktunya, sekarang banyak sabar sama berdoa aja semoga diberikan jodoh yang terbaik" Amiiin.

Jawaban saya yang seperti ini sebenernya merupakan sugesti dan semangat untuk diri saya sendiri untuk tetap sabar dan percaya sama Allah. Jujur, saya sendiri juga sebenarnya tidak mau merasa "sok kuat dan tegar with saying aloud to the world that I'm oke and really enjoy with my life now" menjadi jomblo di antara teman2 dan saudara yang sudah mempunyai pacar, suami, bahkan anak.

Dibilang sedih, ya pasti. Miris, apalagi. Saya sudah pernah mengalami yang namanya pergi ke acara pernikahan sahabat di luar kota sambil travelling bersama 4 temen saya yang masing2 membawa suami dan pacar, sedangkan saya hanya ditemani oleh hape pintar yang amat setia *jleb*. Saya juga sudah mengalami yang namanya pulang lembur atau hangout bareng temen2 saya lainnya duduk2 di lobby menunggu pacar menjemput, sedangkan saya? Hanya bisa berbesar hati menunggu dijemput supir taksi langganan. Hmmm, nano-nano banget men itu rasanya. Tapi ya masa iya rasa sedih dan miris itu harus saya besar2kan? Dengan saya mendalami perasaaan sedih dan miris itu apa iya saya langsung mendapatkan pacar dan tidak sedih+miris lagi? Enggak kan? Saya benar-benar berusaha mengambil sisi positiv dan pelajaran dari apa yang telah terjadi pada saya.

Yaaa, banyaaaak banget pelajaran yang bisa saya ambil selama saya jomblo ini. Salah satunya melatih kemandirian. Saya sudah mulai terbiasa kemana-mana sendiri, melakukan apa-apa sendiri, dan mengambil keputusan sendiri.

Orang sedih menjadi lebih dekat dengan Tuhannya. Blogger sependapat dengan saya? Agak miris juga sih, ketika kita baru ingat dan dekat dengan sang pencipta disaat kita sedih, ketika kita senang? Kita berlalu begitu saja dan kurang mendekatkan diri dengan pencipta kesenangan itu sendiri *astaghfirullah*.

Banyak yang berkomentar dan tidak mempercayai kalo saya saat ini tidak mempunyai pacar, sampai ada yang mengatakan bahwa kriteria saya terlalu tinggi. Padahal, saya sendiri tidak pernah memasang kriteria yang terlalu muluk2. Cukup yang seiman, setia, bertanggung jawab, dan sayang sama ibunya.

Saya sendiri juga termasuk tipe wanita konvensional yang tidak akan mengungkapkan perasaan lebih dahulu kepada pria. Ibarat kata mau menunggu hujan batu sekalipun, saya tidak akan mengutarakan perasaan dan isi hati saya lebih dahulu karena saya memegang teguh prinsip dalam proses pembuahan, dimana dalam proses pembuahan itu sperma-lah yang menyambangi ovum, bukan ovum yang menyambangi sperma. Tugas ovum adalah mempersiapkan diri dengan baik agar ketika sperma datang, ovum sudah matang dan proses pembuahan pun dapat berjalan dengan lancar serta menghasilkan zygot yang berkualitas.

Mau orang berkata bahwa sekarang sudah zamannya emansipasi wanita kek atau apa sejenisnya, bagi saya untuk hal seperti ini saya memilih untuk menjadi wanita yang konvensional. Cukup menyiksa dan merugikan diri sendiri memang, namun bagi saya wanita tetaplah sebuah cangkir yang diam menunggu teko menuangkan isi di dalam teko tersebut ke dalam cangkir.

Untuk usia menikah itu sendiri sebenarnya saya ingin sekali bisa menikah di usia muda. Dulu memang saya berambisi untuk mengejar karier, namun seiring bertambahnya usia, tujuan saya mulai berubah. Saya ingin menjadi wanita, istri, ibu, anak, dan menantu yang baik bagi keluarga saya kelak. Alasan saya ingin menikah di usia muda itu sederhana sekali, yaitu saya ingin menyempurnakan agama saya dan ingin mempunyai buah hati dengan usia yang tidak terlalu jauh dengan saya. Kan seru juga ya kalo jalan ke mall atau ngambil raport anak dikiranya kakak bukan ibu *tetep ya, hahaha* Tapiii, balik lagi sekarang udah ada calon beloooom? Gimana mau nikah muda kalo calon aja belum ada *ngomong sama kaca* :p

Yaaa, itu sedikit ungkapan perasaan saya yang terwakili dalam sebuah tulisan. Next time saya mau bahas tips atau bagaimana cara saya melewati suasana sedih dan duka cita ya. Semoga ter-realisasi ya. Terima kasih blogger sudah mau membaca curhatan saya, maap ya kalo kurang berkenan ;))